Ada pendapat yang
mengatakan bahwa bacaan doa buka puasa “Allaahumma laka shumtu” yang telah populer
dibaca oleh masyarakat Indonesia, sebagai bacaan do’a buka puasa yang dhoif. Ada
do’a lain yang lebih shohih untuk dibaca. Lalu bagaimana sebaiknya kita
bersikap? Berikut akan penulis paparkan berdasarkan pemaparan yang setuju dan
tidak.

1.
Pendapat yang Mengatakan Dhoif
Pendapat ini mengatakan bahwa do’a yang populer di kalangan
masyarakat, yakni :
اَللَّهُمَّ
لَكَ صُمْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْت
Artinya:
“ Ya Allah, untuk-Mu aku berpuasa dan dengan rezeki-Mu aku berbuka”.
Merupakan
bagian dari hadits dengan redaksi lengkap sebagai berikut :
عَنْ مُعَاذِ بْنِ زُهْرَةَ، أَنَّهُ بَلَغَهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ كَانَ إِذَا أَفْطَرَ قَالَ: اَللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ، وَ عَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ
Artinya:
“Dari Mu’adz bin Zuhrah, sesungguhnya telah sampai riwayat kepadanya bahwa
sesungguhnya jika Nabi Saw. Berbuka puasa, Beliau membaca(do’a), “Allahumma
laka shumtu wa ‘alaa rizqika afthortu” (ya Allah, untuk-Mu aku berpuasa dan
dengan rezeki-Mu aku berbuka)”.
Hadits
tersebut merupakan riwayat dari Abu Daud dan dinilai dhaif oleh Syekh Al-Albani
dalam Shahih wa Dhaif Sunan Abi Daud. Mu’adz tidaklah dianggap sebagai perawi
yang tsiqah,kecuali oleh Ibnu Hibban. Menurut pendapat ini, Ibnu Hibban dikenal
oleh para ulama sebagai orang yang mutasahil, yaitu yang bermudah-mudahan dalam
menshohihkan hadits.
Kemudian,
lafadz kedua:
اللّهُمَّ لَكَ صُمْتُ
وَبِكَ آمَنْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْت
Artinya: “Ya Allah, kepada-Mu aku berpuasa dan
kepada-Muaku beriman, dan dengan rezeki-Mu aku berbuka”.
Mulla ‘Ali Al Qori mengatakan bahwa tambahan wa bika
aamantu adalah tambahan yang tidak diketahui sanadnya, walaupun makna do’a
tersebut shahih”. Artinya do’a dengan lafadz kedua ini juga merupakan do’a yang
dhoif, sehingga amalan tidak bisa dibangun dengan do’a tersebut.
Kemudian apa do’a buka puasa yang dianggap shohih? Ada
dua :
a. Do’a
pertama:
Ada sebuah hadits shohih tentang do’a berbuka
puasa yang diriwayatkan dari Rasulullah Saw., yakni:
ذَهَبَ
الظَّمَأُ، وابْتَلَّتِ الْعُرُوقُ، وثَبَتَ اْلأَجْرُ إِنْ شَاءَاللهُ
Artinya: “Telah hilang dahaga, telah
basahlah kerongkongan, semoga ada pahala yang ditetapkan, Jika Allah
menghendaki” (H.R. Abu Daud).
b. Do’a
kedua:
Do’a yang kedua ini merupakan atsar
dariperkataan Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash Radhiyallahu ‘anhuma, yakni:
اَللَّهُمَّ
إنِّي أَسْألُكَ بِرَحْمَتِكَ الَّتِي وَسِعَتْ كُلَّ شَيْءٍ، أنْ تَغْفِرَ لِيْ
Artinya: “Ya Allah, aku memohon rahmat-Mu
yang meliputisegala sesuatu, yang dengannya Engkau mengampuni aku” (H.R. Ibnu
Majah, dinilai hasan oleh Al-Hafidz dalam takhrij Beliau untuk kita Al-Adzkar).
2.
Pendapat yang Mengatakan Shohih
Kedua
adalah pendapat dari Ustadz Ma’ruf Khozin. Menurut Beliau, bulan puasa adalah
saat di mana kita memfokuskan diri untuk beribadah, bukan menyalahkan satu sama
lain. Menyangkut berbuka puasa sendiri merupakan saat yang makbul untuk berdo’a
kepada Allah Swt., sebagaimana yang disebutkan dalam hadits :
“Sungguh
bagi orang yang berpuasa saat berbuka memiliki do’a yang tidak akan tertolak”
(H.R. Ibnu Majah).
Saat
berbuka merupakan waktu istijabah untuk berdo’a, maka boleh memakai do’a apa
saja. Baik itu do’a dari Rasulullah Saw., do’a sendiri atau yang lainnya yang
penting baik. Karena do’a sendiri tidak ada syarat harus shahih atau
dhaif.
Terkait
bacaan tersebut yang dinilai dhoif oleh Syekh Al-Albani dalam Shahih wa Dhaif
Sunan Abi Daud, dijelaskan bahwa hal ini tidak benar, karena hadits ini
memiliki banyak jalur.
Misalnya,
(1.) Dalam riwayat Thabrani di kitab Mu’jam Aussath, di dalamnya ada perawi
Dawud bin Zabarqan,ia dlaif; (2.) Riwayat Thabrani dalam Mu’jam Kabir, di
dalamnya ada perawi Abdul Malik bin Harun, ia dlaif (Majma’ Az-Zawaid 3/204).
Kendatipun dlaif, ulama Salafi lainnya berkata dan menegaskan bahwa hadits ini
memiliki banyak syawahid.
Itu
tadi penjelasan singkat mengenai pendapat yang mengatakan dhoif dan pendapat
yang mengatakan shohih mengenai do’a berbuka puasa yang populer di kalangan
masyarakat Indonesia, namun sempat menjadi kontroversi. Mau pilih pendapat yang
mana? Penulis kembalikan kepada pembaca. Semoga bisa menjadi tambahan
referensi. Wallaahu
a’lam bish-showaab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar